Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar

Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar - Hallo teman-teman pembaca setia Berita Ahok Terbaru 2017, Pada hari ini Kami akan share Artikel dengan judul Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar, semoga Artikel ini bermanfaat untuk Anda. selain itu semoga dapat menambah wawasan anda lebih mendalam lagi dalam hal yang dapat kami tulis, semoga mudah untuk Anda pahami. selamat membaca teman-teman.. tunggu Artikel selanjutnya yaa.. ^^

Judul : Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar
link : Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar

Baca juga


Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar


KONSEP DAN AJARAN SYEKH SITI JENAR
Pemikiran Syekh Siti Jenar dianggap sangat liberal dan kontroversial. Ia dinilai melawan arus besar keagamaan yang dibangun oleh kolaborasi kekuasaaan Kerajaan Demak Bintara pimpinan Raden Fatah dan agamawan yang terdiri dari walisongo.[1]Para wali kerajaan mengganggap Syekh Siti Jenar telah menyebarkan pemahaman agama berdasar hawa nafsu, menyiarkan dan mengajarkan agama Islam menurut pandangan nya sendiri.[2]
Secara garis besar, dalam buku Falsafah
Siti Jenar (Brotokesowo) terdapat gamabaran ajaran yang secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.       Bahwa dalam diri manusia terdapat potensi kuat akan akan penerapan sifat-sifat ilahi
2.       Hyang Widi (Tuhan yang Kuasa Penuh) sebagai suatu wujud dengan segala sifatnya (keilahian-Nya). Semua ada dalam diri yang bersifat wujud dalam satu kesatuan, Hyang Suksma ada dalam dirinya.
3.       Bahwa dalam diri manusia luhur dan luhung terkandung [unsur esensial dari zat yang luhur.
4.       Segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak zat Allah.
5.       Sebagai akibat dari itu semua, maka wujud lahiriah manusia dalam pandangan Syekh Siti Jenar adalah “Muhammad”.
6.       Kehendak, angan-angan, dan ingatan insaniah merupakan suatu bentuk akal yang tidak kebal atas kegilaan, dan sifat-sifat buruk lainnya.
7.       Bumi, langit, dan sebagainya adalah kepunyaan manusia.[3]
Dalam buku Suluk Wali Songo (R. Tanojo) disebutkan beberapa elemen dasar ajaran Syekh Siti Jenar.
1.       Tuhan itu adalah wujud yang tidak dapat dilihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti bintang bersinar cemerlang yang berwujud samar-samar bila dilihat dengan warna memancar yang sangat indah.
2.       Syekh Siti Jenar sebagai sosok yang ilahi, mengetahui segala-galanya sebelum terucapkan, melebihi makhluq lain, karena ia telah “ manunggal” di dalam tuhan.
3.       Posisi Tuhan ada didalam diri manusia dan keseluruhan semesta, tetapi hanya orang terpilih (orang suci) yang bisa melihatnya.
4.       Hidup yang sesungguhnya adalah tidak mengalami mati, dan hidup itu adalah kekal. Dunia itu bukanlah kehidupan, tapi kehidupan dunia itu kematian.
5.       jiwa yang bersifat kekal, atau langgeng setelah manusia mati adalah suara hati nurani yang merupakan uangkapan dari zat tuhan dan penjelmaan dari Hyang Widi di dalam jiwa, sedangkan raga adalah wajah Hyang Widi yang harus ditaati perintahnya.[4]
   KEMATIAN SYEKH SITI JENAR

Ada dua pendapat umum mengenai tahun kematian Syekh Siti Jenar. Pertama, ia wafat pada tahun 1517 M. Ini mengacu pada asumsi vonis hukuman mati oleh Dewan Wali Songo yang dipimpin oleh Sunan Giri pada masa pemerintahan Raden Fatah.[5]Kedua, tahun wafat Syekh Siti Jenar 1530 M. Pada masa Kesultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono.[6]
Terkait proses kematiannya, berbagai sumber memberikan penjelasan yang berbeda-beda. Paling tidak terdapat tujuh versi mengenai proses meninggalnya Syekh Siti Jenar, ini dengan mengecualikan pendapat yang mengatakan ia wafat pada tahun 1530 M.
1.       Ia wafat karena dihukum mati oleh Sultan Demak, Raden Fatah atas persetujuan Dewan Wali Songo yang dipimpin Sunan Bonang. Sebagai algojo pelaksana hukuman pancung adalah Sunan Kalijaga, yang dilaksanakan di alun-alun Kesultanan Demak. Sebagian versi ini mengacu pada “ Serat Syekh Siti Jenar “ oleh Ki Sosrowidjojo.
2.       Syekh Siti Jenar diajtuhi hukuman mati oleh Sunan Gunung Jati yang juga sekaligus menjadi algojo. Hukuman dilaksanakan di Majid Ciptarasa Cirebon. Hal ini tercantum dalam Wawacan Sunan Gunung Jati Pupuh ke-39 terbitan Emon Suryaatmana dan T.D.Sudjana ( alih bahasa pada tahun 1994 ).
3.       Syekh Siti Jenar meninggal akrena hukuman mati oleh Sunan Giri, dan algojo pelaksanaan hukuman mati tersebut adalah Sunan Gunung Jati.
4.       Syekh Siti Jenar wafat karena vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh Sunan Giri, dan menjadi algojo adalah Sunan Giri Sendiri. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam Babad Demak.
5.       Vonis hukuman mati dijatuhkan oleh Sunan Gunung Jati, sedangkan yang menjalankan eksekusi adalah Sunan Kudus. Versi ini dapat ditemukan dalam Serat Negara Kertabumi.
6.       Syekh Siti Jenar Dijatuhi hukuman mati oleh Wali Songo. Akan tetapi hukuman tersebut tidak  jadi dilaksanakan, karena ia memillih cara kematiannya sendiri. Ia memohon kepada Allah agar diwafatkan tanpa harus dihukum. Versi ini mengacu pada Serat Syekh Siti Jenar.
7.       Terdapat dua tokoh yang memiliki nama asli yang berdekatan dengan nama kecil Syekh Siti Jenar. Tokoh pertama adalah Hasan Ali[7], sedangkan tokoh kedua adalah San Ali Anshar al-Isfahani dari Persia[8]. Ketika usia Syekh Siti Jenar sudah uzur, dua tokoh ini bekerja sama untuk berkeliling ke berbagai pelosok tanah Jawa. Kedua tokoh ini memalsukan ajaran Syekh Siti Jenar. Hasan Ali mengaku dirinya sebagai Syekh Lemah Abang dan beroperasi di Jawa bagian barat, sementara San Ali Anshar al-Isfahani mengaku sebagai Syekh Siti Jenar dan beroperasi di Jawa bagian timur. Kedua orang ini dihukum mati oleh anggota Wali Songo. Kemungkinan karena silang-silang sengkarut kemiripan nama itulah, maka dalam berbagai Serat dan Babad di daerah Jawa, cerita tentang Syekh Siti Jenar menjadi siampang siur.[9]


[1]Dr. Hj. Sri Mulyanti, MA, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta; Kencana, 2006), hlm 59
[2]Dr. Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar (Kreasi Wacana: Yogyakarta,2006), hlm 74
[3]KH. Muhammad Sholikhin, Ternyata Syekh Siti Jenar tidak Dieksekusi Wali Songo (Jakarta; Erlangga, 2011), hlm.44-47.
[4]Ibid., hlm. 47-48
[5]Ibid., hlm. 58
[6]Dalam pernyataan Alam Babad Tanah Sunda terbitan Sulaeman Sulendraningrat (1982), pada bagian ke-44 menyatakan bahwa peristiwa wafatnya Syekh Siti Jenar terjadi pada hari rabu, bulan safar tahun 1529 M. Berdasarkan konversi komputer Program Hijri-Gregorian Converter oleh Adel A. Al-Rumaih (1996-1997), hari rabu bulan safar 1529 M bertepatan dengan tanggal : (1) 3 safar 936 H atau 6 oktober 1529; (2) 10 safar 936 H atau 13 oktober 1529; (3) 17 safar 936 H atau 20 oktober 1529; (4) 24 safar 936 H atau 20 oktober 1529: Ibid., hlm. 58-59
[7]Nama Islam dari Pangeran Anggaraksa, anak Resi Bungsu yang semula berambisi menguasai Cirebon. Ia kemudian terusir dari keraton karena kedurhakaan dan pemberontakannya. Ia menaruh dendam kepada Syekh Siti Jenar
[8]Teman Seperguruan Syekh Siti Jenar. Ia menyimpan dendam pribadi karena kalah dalam hal ilmu kerohanian
[9]KH. Muhammad Sholikhin, Ternyata Syekh Siti Jenar tidak Dieksekusi Wali Songo (Jakarta; Erlangga, 2011), hlm. 64-80


Demikianlah Artikel Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar

Sekianlah artikel Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar yang Kami sampaikan kali ini, semoga bermanfaat untuk teman-teman semuanya. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel selanjutnya.

Anda sekarang sedang membaca artikel Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar dengan alamat link http://beritaahokterbaru2017.blogspot.com/2016/10/konsep-dan-ajaran-kematian-syekh-siti.html

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Konsep dan Ajaran, Kematian Syekh Siti Jenar"

Posting Komentar